Produk pengganti rokok konvensional, yakni vape (rokok elektrik) dianggap sebagai pilihan yang lebih baik, karena bisa mengurangi kecanduan rokok konvensional (yang terbuat dari tembakau). Senyawa pada vape juga dianggap lebih aman dibandingkan rokok konvensional.
Menurut Amaliya dari Academic Leadership Grant Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat, teknologi yang diterapkan pada vape terbilang aman.
“Penggunaan vape itu berupa heat (dipanaskan). Cairan vape yang dipanaskan akan menghasilkan uap. Berbeda dengan rokok konvensional yang menerapkan teknik burn (dibakar). Ketika rokok konvensional menyala, maka menghasilkan asap pembakaran,” jelas Amaliya saat memaparkan soal vape dalam acara “Diskusi Panel Potensi Alternatif Produk Tembakau” di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta pada Rabu (9/8/2017).
Dari penelitian hingga saat ini, uap yang dihasilkan dari pemanasan cairan vape–yang termasuk mengandung nikotin–tidak menghasilkan senyawa lain yang berbahaya untuk tubuh. Ketika dipanaskan, cairan vape, khususnya nikotinlah yang akan masuk ke dalam tubuh. Salah satu efek positif nikotin dapat membuat seseorang lebih waspada.
“Pada rokok konvensional, senyawa lain yang berbahaya dari hasil pembakaran dapat terbentuk. Ada sekitar 7 ribu senyawa sampah (zat kimia berbahaya) yang akan terhirup masuk. Senyawa berbahaya akan memicu kanker maupun penyakit jantung bagi perokok. Ini ditemukan pada asap rokok konvensional,” lanjut Amaliya, yang juga tergabung di Yayasan Pemerhati Kebijakan Publik (YPKP).
Ia mengibaratkan, vape seperti ketel berisi air yang dimasak. Uap dari ketel itu keluar dan tidak berbahaya.
Sementara itu, rokok konvensional diibaratkan seperti asap hitam yang keluar dari cerobong asap industri. Banyak senyawa berbahaya yang keluar dan mencemari lingkungan sekitar.
Namun perlu diingat, walau vape dianggap lebih aman dibanding rokok, pilihan yang paling sehat dan aman tetaplah tidak merokok atau menghisap vape sama sekali.